Eksistensi Fetor dalam Penyelesaian Sengketa Adat di Fefetoran Bikomi

  • I Putu Rasmadi Arsha Putra Fakultas Hukum Universitas Udayana, Jl. Pulau Bali No.1 Denpasar
  • Dewa Gede Pradnya Yustiawan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Bali-Indonesia

Abstract

Konflik selalu mewarnai kehidupan, berawal dari permasalahan yang mengiringi setiap aktivitas dalam kehidupan manusia. Bervariasinya permasalahan yang menimbulkan konflik tentunya tidak selalu dapat diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan hasil dari pemecahan masalah yang dapat diterima bagi para pihak yang berselisih bahkan tidak jarang berujung pada munculnya sengketa. Masyarakat adat pada Kafetoran Bikomi yang dipimpin oleh seorang fetor memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan sebuah sengketa. Penyelesaian dilakukan dengan upaya mediasi, yaitu dengan proses perundingan atau tawar menawar dalam permasalahan yang timbul di tengah masyarakat. Pokok pembahasan dari penelitian ini adalah peranan seorang Fetor dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi pada Kafetoran Bikomi, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kupang dan mekanisme penyelesaian sengketa di Kafetoran Bikomi yang dilakukan oleh seorang Fetor. Conflict always colors life, starting with problems that accompany every activity in human life. The variety of problems that lead to conflict certainly cannot always be resolved in the shortest possible time with the results of solving acceptable problems for parties who disagree or even rarely lead to the emergence of disputes. The indigenous people in the Bikomi Office led by a fetor have their own way of resolving a dispute. The settlement is done by mediation efforts, namely by the negotiation process or bargaining on problems that arise in the community. The main topic of this research is the role of a Fetor in resolving disputes that occur in the Bikomi Office, North Central Timor District, Kupang and the dispute resolution mechanism in the Bikomi Cafeteria conducted by a Fetor.

References

Abbas, S. (2011). Mediasi dalam Hukum syari’ah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional (Kedua). Jakarta: Kencana.

Ali, A. (2009). Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan (Pertama). Jakarta: Prenada Media Grup.

Ali, A. (2006). Reaktualisasi The Living Law Dalam Masyarakat Sulawesi Selatan. In Revitalisasi dan Reinterpretasi Nilai-nilai Hukum Tidak Tertulis Dalam Pembentukan dan Penemuan Hukum. Makasar. Retrieved from http://docplayer.info/56374612-Reaktualisasi-the-living-law-dalam-masyarakat-sulawesi-selatan-oleh-prof-dr-achmad-ali-s-h-m-h.html

Friedman, L. M. (1984). American Law. New York: Norton & Company.

Hadikusuma, H. (2006). Antropologi Hukum Indonesia. Bandung: PT Alumni.

Llewellyn, K., N., & Hoebel, E. A. (1941). The Cheyenne Way, Conflict and Case Law in Primitive Jurisprudence. United states of America.: University of Oklahoma Press.

Nurjaya, I. N. (2004). Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum. In Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia yang Sedang Berubah: “Mempertanyakan Kembali Berbagai Jawaban.†2004. Retrieved from https://docplayer.info/35514477-Perkembangan-pemikiran-konsep-pluralisme-hukum-1.html

Putro, M. (2001). Peradilan Desa (Adat) Usaha Untuk Memadukan Pranata Adat dan Hukum Pemerintah. Universitas Diponegoro.

Saptomo, A. (2001). Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Sebuah Kajian Alternative Dispute Resolution. Universitas Andalas.

Soepomo, R. (1984). Bab-bab tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.

Sugiatminingsih. (2009). Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan. Jurnal Salam, 12(2), 129-`39. Retrieved from http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/index

Wingnjodipoero, S. (1989). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Karya Unipress.

World Bank, 2009, Menemukan Titik Keseimbangan: Mempertimbangkan Keadilan Non Negara di Indonesia, Justice For The Poor, Jakarta.

Published
2019-08-20
Section
Articles
Abstract viewed = 160 times
PDF (Bahasa Indonesia) downloaded = 686 times