Jurnal Interpretasi Hukum https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum <p style="text-align: justify;">Welcome to the official<strong> Jurnal Interpretasi Hukum</strong> website. As a part of the spirit of disseminating legal science to the wider community, &nbsp;Jurnal Interpretasi Hukum website provides journal articles for free download. Our journal is a journal that is a reference source for academics and practitioners in the field of law. Jurnal Interpretasi Hukum is a law student's journal articles for Law Science published by Warmadewa University Press. Jurnal Interpretasi Hukum has the content of research results and reviews in the field of selected studies covering various branches of &nbsp;Law in a broad sense. This journal is published 3 times within a year April, August, and December, submitted and ready-to-publish scripts will be published online gradually and the printed version will be released at the end of the publishing period. The language used in this journal is Indonesian.</p> Warmadewa Press en-US Jurnal Interpretasi Hukum 2746-5047 Tanggung Jawab Bank terhadap Tindakan Phising dalam Sistem Penggunaan E-Banking (Studi: Kasus Phising pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk) https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8318 <p><em>Phishing</em> adalah kejahatan peretasan yang berkembang seiring berjalannya waktu di sektor perbankan, terlebih dengan hadirnya sistem <em>e-banking.</em> UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah terkait tindakan <em>phising</em> dalam penggunaan sistem <em>e-banking</em> dilakukan melalui penerapan prinsip kerahasiaan oleh pihak bank. Prinsip ini melibatkan upaya preventif dan represif. Upaya preventif merupakan tindakan pencegahan dilakukan dengan memberikan pemahaman mengenai langkah-langkah pencegahan sebelum tindakan <em>phising</em> terjadi kepada nasabah. Sementara itu, upaya represif melibatkan penyelesaian masalah, baik melalui proses hukum di pengadilan maupun di luar pengadilan. Tanggung jawab PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terhadap tindakan <em>phising</em> dalam sistem penggunaan <em>e-banking</em> yaitu melalui penyediaan layanan pengaduan, adanya upaya pemeriksaan dan penyelidikan, serta memberikan dukungan kepada nasabah dalam menemukan solusi terkait kerugian yang mungkin timbul. Dalam menghadapi ancaman tindakan <em>phising</em> dalam sistem penggunaan <em>e-banking</em> maka diharapkan Pemerintah untuk segera membuat regulasi terkait <em>e-banking</em> serta adanya peningkatan pengawasan yang optimal dari berbagai pihak, diantaranya bank, OJK, dan nasabah itu sendiri. Hal ini mengingat tindakan <em>phising</em> sangat memiliki risiko pada perlindungan data milik nasabah dan reputasi bank terkait.</p> Ramadhanti Achlina Tri Putri Heru Sugiyono Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 682 690 10.55637/juinhum.5.1.8318.682-690 Keabsahan Perjanjian Jual Beli Tanah dari Objek Tanah Warisan yang Belum Dibagi Berdasarkan KUHPerdata https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8317 <p>Permasalahan kompleks sering kali terjadi dalam proses pengalihan harta warisan berupa hak atas tanah waris. Sengketa hukum masih mungkin terjadi pada perjanjian jual beli tanah warisan yang telah mendapat Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT apabila perjanjian tersebut tidak mematuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui konsekuensi dari keabsahan perjanjian jual beli tanah warisan yang belum dibagi berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sah perjanjian. Metode Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan menggunakan sumber data sekunder yang meliputi bahan-bahan hukum primer berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Serta bahan-bahan hukum sekunder yaitu literatur, artikel ilmiah yang relevan, dan putusan pengadilan. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif yaitu menganalisa bahan dengan teknik penulisan deskriptif dengan menjabarkan secara terperinci dan tersistematis terhadap penyelesaian masalah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keabsahan perjanjian Jual beli tanah warisan yang belum dibagi diantara para ahli waris almh WO adalah tidak sah karena salah satu persyaratan perjanjian yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak terpenuhi dan ahli waris yang haknya telah dirugikan dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ataupun ganti rugi.</p> Alyssa Adelia Ridha Wahyuni Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 691 698 10.55637/juinhum.5.1.8317.691-698 Harmonisasi Regulasi di Indonesia: Simplikasi dan Sinkronisasi untuk Peningkatan Efektivitas Hukum https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/7997 <p>Peraturan Daerah (Perda) adalah instrumen hukum yang berperan penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memahami peran strategis Perda dalam konteks otonomi daerah di Indonesia dan mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam pengaturan Perda. Dalam penelitian ini, digunakan metode analisis literatur dan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data dan informasi yang relevan terkait Perda. Temuan penelitian, dalam meningkatnya kompleksitas dan jumlah Perda di Indonesia, yang dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan tumpang tindih antar regulasi. Hal ini bisa menjadi hambatan bagi pembangunan ekonomi dan sosial di tingkat daerah. Perlunya penerapan prinsip taat azaz (<em>rule of law</em>) dan taat prosedur dalam proses pembuatan Perda untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan hukum. Implikasi yang diajukan meliputi perluasan koordinasi, peningkatan transparansi, evaluasi regulasi yang ada, pendidikan hukum, dan penyederhanaan regulasi untuk memastikan bahwa Perda berkontribusi positif pada pembangunan ekonomi dan sosial di tingkat daerah</p> Firman Freaddy Busroh Fatria Khairo Putri Difa Zhafirah Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 699 711 10.55637/juinhum.5.1.7997.699-711 Problematika Penggunaan Rangka Enhanced Smart Architecture Frame Pada Sepeda Motor yang Cacat Produksi (Studi Kasus Kerusakan Rangka Motor Matic Honda) https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8319 <p><em>A problem to the use of Enhanced Smart Architecture Frame (eSAF) in motorcycles that suffer from manufacturing defects. The eSAF framework&nbsp; is an innovation in the motorcycle industry. However, in some cases, defects occur in the frame, which can cause accidents and losses to consumers. This research method uses juridical-normative, by using literature studies of data, positive law, and other legal materials. This research purposes to analyze aspects of consumer legal protection and producer responsibility of the defective eSAF frames with a case study on damaged frames. This research show that consumers who experience accidents due to eSAF frames have not received legal protection as&nbsp; Article 4 of the UUPK hasn’t been fulfilled. Consumers are entitled to receive compensation for losses caused by product use and KUHPer Articles 1504 - 1512 related to defective products. In addition, PT AHM has also not carried out its responsibilities properly, because it has rejected the claims of losses suffered by consumers and withdrawn its products, which is contrary to UUPK Article 7 Jo.. Article 8. Regarding the use of eSAF frames on motorcycles that have production defects, BPKN as government representaion should investigate the case as a step to prevent accidents and provide strict sanctions for business actors who are proven to harm the public as consumers. PT AHM must immediately withdraw all its products that use the eSAF frame as a form of responsibility and compensate for the losses suffered by consumers when accidents occur when using its products.</em></p> Muhammad Rahadian Hasbi Heru Sugiyono Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 712 720 10.55637/juinhum.5.1.8319.712-720 Pengakuan Hak Atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja: Perspektfi Teori Hukum Kritis https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/7166 <p>Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Konsespi hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 pada sebagian sektor mengatur mengenai pengakuan hak atas tanah ulayat masyarakat hukum. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum hukum normatif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 telah mmengatur hak ulayat masyarakat hukum adat pada bidang investasi. Namun dalam pengaturan tersebut, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 menerapkan prinsip persetujuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat. Hal ini sangat bertentangan degan prinsip dalam <em>Free, Prior, and Informed Consent</em> (FPIC) yang mengabaikan dua prinsip lainnya yakni free and prior dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat. Pengabaian prinsip FPIC terhadap pengaturan hak-hak masyarakat hukum adat telah menjadikan kedudukan hukum masyarakat hukum adat semakin lemah dalam hal pengambilan keputusan terkait pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat apabila berhadapan dengan pemerintah atau perusahaan swasta. Sedangkan menurut Teori hukum kritis pengakuan hak masyarakat hukum adat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 ditemukan beberapa persoalan baik persoalan pada dimensi prosedural, distributif dan kontekstual. Saran dari penelitian ini adalah UU No. 11 Tahun 2022 perlu dilakukan revisi, revisi UU No. 11 Tahun 2022 dapat direvisi melalui pengujian pasal-pasal yang berkaitan dengan tanah ulayat masyarakat hukum adat di Mahkamah Konstitusi yang mana proses pengujiannya berlandaskan padal Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 terkhusus yang mengatur prinsip persetujuan yang harus berlandaskan pada prinsip <em>Free, Prior, and Informed Consent</em> (FPIC). Selain itu pula, perlu dibuatkan Perpu yang berkaitan pengaturan tanah ulayat dibidang investasi dengan berlandaskan pada prinsip <em>Free, Prior, and Informed Consent</em> (FPIC). Hal ini penting untuk menjamin kepastian hukum masyarakat hukum adat atas tanah ulayat</p> Safrin Salam Rizki Mustika Suhartono Edy Nurcahyo La Ode Muhammad Karim Erick Bason Sulayman Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 721 732 10.55637/juinhum.5.1.7166.721-732 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Terhadap Keabsahan Penerbitan Risalah Lelang Elektronik Platform E-Marketplace https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8378 <p>Hadirnya Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yakni No. 213/PMK.06/2020 telah menjawab tantangan perubahan pelaksanaan lelang dari konvensional menjadi berbasis internet. Pelaksanaan lelang yang dahulu harus dihadiri oleh peserta lelang, kini dapat dilakukan melalui sebuah <em>e-Marketplace Auction, </em>pada halaman website <em>lelang.go.id</em>. Hal ini guna mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Namun pada praktiknya, proses lelang berbasis internet masih kurang sempurna karena belum diaturnya mengenai penerbitan Risalah Lelang Elektronik, sehingga Pihak yang berkepentingan harus datang ke KPKNL untuk mendapatkan Kutipan dari pihak Minuta Risalah Lelang yang terbitkan dan ditandatangani oleh Pejabat Lelang atau Kepala KPKNL. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat permasalahan, meliputi apakah akta autentik dapat diterbitkan dengan bentuk surat elektronik berdasarkan UU ITE, dan bagaimana keabsahan penerbitan Risalah Lelang Elektronik dalam proses lelang melalui <em>Platform e-Marketplace Auction</em> pada halaman website<em> (lelang.go.id.) </em>berdasarkan UU ITE. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative dengan metode analisis kualitatif deskriptif. Adapun hasil penelitian dipeoleh &nbsp;Akta Autentik pada umumnya tidak dapat diterbitkan secara elektronik karena merupakan jenis Surat Yang Berharga berdasarkan Penjelasan Pasal 5 Ayat (4) UU ITE. Namun, dapat dikecualikan dan dibolehkan untuk Akta Autentik diterbitkan dalam bentuk elektronik khusus untuk Akta Autentik yang telah diatur dalam ketentuan lain yang memperbolehkan akta tersebut diterbitkan, dan penerbitan Risalah Lelang Elektronik dapat dilakukan dan absah apabila telah didukung dalam ketentuan lain yang dimaksud dalam Pasal 6 UU ITE mengenai mekanisme penerbitan Risalah Lelang Elektronik.</p> Lydia Fransiscani Br Turnip Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 733 741 10.55637/juinhum.5.1.8378.733-741 Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Janji Pelaku Usaha Arisan Online Yang Belum Pasti https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8365 <p>Arisan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tatap muka namun saat ini arisan telah mengalami perkembangan yaitu dapat dilakukan secara <em>online </em>yaitu tanpa adanya pertemuan langsung dengan para anggotanya. Penelitian ini bertujuan guna mengetahui perlindungan konsumen terhadap arisan <em>online</em> berdasarkan undang-undang, yang dalam pelaksanaannya terdapat janji belum pasti. Tidak adanya pertemuan langsung menjadikan pelaksanaan arisan <em>online </em>memiliki resiko yang tinggi. Anggota arisan <em>online </em>yang dirugikan seharusnya melapor dan mendapat perlindungan. Namun, kebanyakan dari mereka hanya menunggu itikad baik pelaku karena mengetahui proses hukum yang lama. Penelitian ini membahas perlindungan hukum bagi konsumen terhadap janji pelaku usaha arisan <em>online</em> yang belum pasti dan pertangunggungjawaban pelaku usaha arisan <em>online </em>terhadap pelanggaran janji. Penelitian ini mempergunakan metode hukum normatif dengan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan yaitu bahan hukum primer berupa UUPK, serta bahan hukum sekunder berupa buku, hasil penelitian dan artikel ilmiah serta bahan hukum tersier berupa kamus, kemudian data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif sehingga menjawab permasalahan sesuai dengan undang-undangasil penelitian memperlihatkan perlindungan hukum konsumen terhadap janji pelaku usaha arisan <em>online</em> yang belum pasti tercantum pada Pasal 9 dan Pasal 12 UUPK, dalam UUPK juga terdapat hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha yang harus dipenuhi. Selain itu, bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha arisan <em>online </em>yang melanggar janji harus melaksanakan ganti rugi sesuai Pasal 19 UUPK. Masyarakat harus lebih waspada dalam kegiatan arisan<em> online</em>, serta pelaku usaha harus memenuhi tanggungjawab sesuai dengan UU yang berlaku dan pemerintah perlu mengkaji peraturan khusus arisan <em>online</em>.</p> Nadzira Arrum Cahyani Sylvana Murni Deborah Hutabarat Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 742 749 10.55637/juinhum.5.1.8365.742-749 Akibat Hukum Cacat Kehendak dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Pinjaman Online Pada E-Commerce https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8342 <h1><em>Technological advancements have transformed the lifestyle of society in various fields, including the economy, education, social aspects, and others. This is evident in the increasing number of internet users, one of which is e-commerce. Transactions conducted on e-commerce platforms are considered valid when there is an electronic contract or other form of agreement indicating the consent of the parties involved. Typically, this electronic contract is represented by the terms and conditions of the e-commerce platform. However, what if the contract contains elements of defective consent, such as fraud, misrepresentation, or coercion? In several prior studies found by the researcher, there has been no discussion of the elements of defective consent in online purchase agreements involving online loans in e-commerce. This research contributes to understanding the legal consequences related to defective consent in online purchase agreements, provides guidance for avoiding potentially problematic transactions, and highlights the need for better supervision of online purchase transactions involving online loans in e-commerce. This study employs a juridical-normative method, and the approach used is the statutory approach and the case approach. The research delves into the validity of purchase agreements involving online loans in e-commerce and their legal implications concerning defective consent. The research discusses the validity criteria of agreements based on the Civil Code and the Electronic Information and Transactions (ITE) Law. In the context of purchase transactions, the agreement's validity is recognized if both subjective and objective criteria are met. However, defective consent, such as misrepresentation and fraud, can affect the validity of the agreement, which can be annulled if the subjective criteria are not met</em><em><span lang="IN">.</span></em></h1> Ayusari Chandraningtyas Sulastri Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 750 759 10.55637/juinhum.5.1.8342.750-759 Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Franchise Indomaret https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8406 <p><em>Franchise</em> indomaret sebagai pelopor pertama minimarket di indonesia yang menjadi bisnis favorit para <em>passive income</em> di Indonesia. <em>Franchisor</em> dan <em>franchisee</em> melakukan pengikatan dengan perjanjian <em>franchise</em> indomaret sesuai pasal 1320 Kuhperdata namun, faktanya dilapangan perjanjian franchise dibuat secara sepihak oleh <em>franchisor</em> dimana setiap klausula dituangkan dalam klausula baku sehingga posisi <em>franchisee</em> lemah hanya mempunyai pilihan untuk menerima dan menolak. Hal ini bertentangan dengan teori pelaksanaan perjanjian dalam hukum perdata yaitu perjanjian sebagai undang-undang bagi yang membuatnya dan asas proporsionalitas menekankan bahwa posisi pihak-pihak yang bernegosiasi harus seimbang. Tujuan penelitian ini adalah menginvestigasi implementasi asas kebebasan berkontrak dan asas proporsionalitas dalam pembentukan klausula perjanjian <em>franchise</em> indomaret. Metode penelitian menggunakan hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dengan analisis data deskriptif kualitatif melalui studi kepustakaan dengan bahan utama yaitu perjanjian franchise indomaret. Hasil penelitian memperlihatkan asas kebebasan berkontrak telah diterapkan dengan baik dalam perjanjian <em>franchise</em> Indomaret, kecuali dalam hal penentuan klausula perjanjian karena seluruh perjanjian ditentukan <em>franchisor</em>. Selain itu, dalam penerapan asas proporsionalitas ditemukan terdapat klausula eksonerasi dalam klausula baku perjanjian <em>franchise</em> Indomaret.</p> Laurentina Manalu Wardani Rizkianti Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 760 767 10.55637/juinhum.5.1.8406.760-767 Transparansi dan Efisiensi dalam Pendaftaran Tanah Melalui Era Undang-Undang Cipta Kerja https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8382 <p><em>Technological developments mean that the government must also participate in advancing forms of community services, one of which is in the land registration services sector. Land registration is the most important process in land activities, which is a form of creating legal certainty for the community. Because one of the most cases in Indonesia concerns land, a system is needed that can at least reduce land cases and create legal certainty for the community. Electronic land registration was realized through the Job Creation Law on October 5 2020, Indonesia is one of the countries that has just used an electronic land registration system. Singapore was one of the countries that first used an electronic registration system. Singapore realized that there was a need for an integrated land and building system for planning. The electronic system creates various conveniences, with the applications and websites provided by BPN making it easy for people to carry out land activities anywhere and at any time. With this convenience, it will create efficiency and transparency for the community, so that legal certainty will also be fulfilled.</em></p> <p>&nbsp;</p> Veronika Lasma Silitonga Atik Winanti Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-03 2024-01-03 5 1 768 775 10.55637/juinhum.5.1.8382.768-775 Penafsiran Restriktif Dan Pembuktian Unsur Digunakan Dalam Gugatan Penghapusan Merek https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8380 <p>Penulisan artikel ini bertujuan mengusulkan pendekatan baru terhadap penafsiran dan pembuktian unsur “digunakan” yang dapat digunakan pengadilan niaga terkait gugatan penghapusan hak atas merek. Problematika penulisan beranjak pada beragamnya putusan Pengadilan Niaga Indonesia yang menerapkan interpretasi dan standar pembuktian untuk memenuhi unsur “digunakan” tersebut. Artikel ini menerapkan metode komparasi ketentuan-ketentuan hukum dari Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai yurisdiksi dengan pengaturan lebih komprehensif terkait penghapusan hak atas merek. Analisis problematika terhadap putusan-putusan Pengadilan Niaga Indonesia dan komparasi ketentuan beberapa yurisdiksi menghasilkan temuan bahwa penafsiran restriktif yang seharusnya mempersempit unsur “digunakan” dalam gugatan penghapusan merek sebagai penggunaan yang sesungguhnya terhadap merek, termasuk namun tidak terbatas pada penggunaan dalam perdagangan (<em>genuine use in commerce</em>) yang dilandasi dengan prinsip <em>bona fide use</em>. Merek tersebut ditafsirkan masih digunakan apabila barang dan/atau jasa terkait merek tersebut secara aktual benar-benar masih diproduksi, diperdagangkan secara nyata, dan ditambah dengan itikad baik dari pemilik merek atau produsen untuk mempromosikan atau mengusahakan mereknya dalam rangka mempertahankan hak atas merek yang dimiliki. Guna membuktikan penafsiran tersebut para pihak yang bersengketa seharusnya dapat membuktikan gugatan maupun bantahannya berdasarkan bukti keterangan dari lembaga jasa survei independen terkait dengan perdagangan.</p> Bebeto Ardyo Peter Jeremiah Setiawan Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-05 2024-01-05 5 1 776 785 10.55637/juinhum.5.1.8380.776-785 Pemenuhan Hak Lingkungan bagi Masyarakat Tani yang Terdampak Perubahan Iklim Sesuai SDG di Indonesia https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8234 <p>Perubahan iklim merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dihindari pada saat ini, dan dengan adanya fenomena ini juga telah menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan manusia, salah satu golongan masyarakat yang merasakan dampak besar dari adanya perubahan iklim yaitu masyarakat tani. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisa terkait peran pemerintah Indonesia dalam memenuhi hak lingkungan bagi masyarakat tani yang terdampak oleh adanya perubahan iklim serta bagaimana relevansi setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan yang termuat di dalam <em>Sustainable Development Goals</em> 2030. Dan sebagai hasilnya, secara teoritis maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi pemikiran bagi pengembangan pengetahuan terkait hukum internasional dalam aspek lingkungan dengan mengidentifikasi dampak dari adanya perubahan iklim dan bagaimana hal ini dapat menyebabkan kerugian baik materil maupun imateril bagi masyarakat tani, ini termasuk juga bagaimana pemerintah Indonesia dapat menjadi aktor utama khususnya dalam hal pembuatan kebijakan serta rekomendasi peraturan tambahan baik berupa peraturan pemerintah maupun peraturan presiden yang berfokus pada <em>Sustainable Development Goals</em> 2030 serta penyelesaian masalah dalam sektor pertanian sehingga hak lingkungan bagi masyarakat tani yang terdampak perubahan iklim dapat terpenuhi secara maksimal.</p> Muhammad Rafi Raditya Davilla Prawidya Azaria Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-05 2024-01-05 5 1 786 799 10.55637/juinhum.5.1.8234.786-799 Aturan Hukum Rekayasa Genetika di Indonesia dan Beberapa Negara https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8396 <p>Rekayasa Genetikaa atau genetical modified organism merupakan sebuah hal yang baru di Indonesia sehingga masih perlunya pengaturan yang jelas agar terhindarnya dari hal-hal yang berbahaya seperti adanya keracunan, kerusakan tanah, dan munculnya penyakit. Dalam perkembangannya sampai saat ini, telah dikeluarkannya beberapa aturan dalam ruang lingkup Undang-undang, Peraturan pemerintah, dan juga beberapa aturan-aturan yang mengatur tentang penggunaan rekayasa genetika di Indonesia, Saat ini pengaturan tentang rekayasa genetika belum di atur didalam suatu undang-undang yang khusus padahal produk-produk rekayasa genetika ini sudah banyak di temukan di Indonesia mulai dari produk olahan sampai dengan tumbuhan yang merupakan hasil rekayasa genetika. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan melihat aturan apa saja yang telah ada di Indonesia terkait dengan rekayasa genetikaa dan bagaimana negara-negara maju dalam mengatur penggunaan rekayasa genetikaa.Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, dengan mengkaji berbagai sumber sumber bacaan baik secara primer ataupun sekunder, seperti peraturan perundang-undangan, jurnal, dan buku-buku yang berkaitan dengan topik permasalahan Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan untuk pengaturan penggunaan rekayasa genetikaa di Indonesia dengan melihat implementasi negara-negara maju yang lebih dahulu menggunakan rekayasa genetikaa di negaranya.</p> Riza Cadizza Mainita Nurhafni Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-05 2024-01-05 5 1 800 809 10.55637/juinhum.5.1.8396.800-809 Konstitualitas Penentuan Syarat Usia Minimal dan Maksimal Pimpinan KPK https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8421 <p>Kontroversi seputar penolakan terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yang berupaya mengubah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), berpusat pada perubahan persyaratan usia yang tercantum dalam Pasal 29 huruf (e). Modifikasi ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan calon pimpinan KPK tidak memenuhi kriteria usia minimum yang direvisi, yaitu di bawah 50 tahun, sehingga tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi pimpinan KPK. Penelitian yang disajikan di sini dirancang untuk mengevaluasi beberapa aspek, termasuk: (1) Ratio decidendi yang digunakan untuk menetapkan persyaratan usia minimum dan maksimum sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022; (2) Konsekuensi hukum dari penetapan persyaratan usia minimum dan maksimum berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022. Menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder sebagai sumber data, dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan, analisis dokumen, dan merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 menjadi bahan hukum primer yang dikaji untuk memberikan gambaran mengenai isu-isu utama yang dikaji. Kontroversi Pasal 29 huruf (e) UU KPK bermula dari perubahan persyaratan usia setelah seleksi pimpinan KPK yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi ketidakadilan. MK menggarisbawahi pentingnya pengalaman sebagai kualifikasi utama bagi calon pimpinan KPK, dengan menekankan perannya dalam menjaga integritas dan efektivitas lembaga tersebut. Studi ini merekomendasikan peninjauan menyeluruh terhadap setiap usulan undang-undang, dengan mempertimbangkan semua komponen yang relevan dan mematuhi prinsip-prinsip konstitusional sebelum diberlakukan.</p> Achmad Yusuf Moh. Saleh Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-05 2024-01-05 5 1 810 820 10.55637/juinhum.5.1.8421.810-820 Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Yang Tidak Dapat Menguasai Objek Lelang (Studi Kasus Putusan No.3/PDT.G/2018/PN.Lgs) https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8528 <p><span style="font-weight: 400;">Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami cara perlindungan hukum diberikan kepada pemenang lelang ketika objek lelang sulit untuk dikuasai dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan No.3/Pdt.G/2018/PN.Lgs terkait pengosongan objek lelang. Lelang untuk mengeksekusi hak tanggungan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh kreditur apabila debitur terbukti melakukan cidera janji dan tidak mampu lagi membayar utangnya dengan cara menjual objek yang dijadikan jaminan dan mengambil hasilnya untuk melunasi utang debitur. Tetapi dalam konteks ini, seringkali muncul masalah di mana pemenang lelang menghadapi kesulitan dalam mengambil alih objek lelang yang telah mereka beli melalui proses lelang resmi. Kesulitan ini disebabkan oleh penolakan pemilik jaminan (debitur) untuk menyerahkan objek lelang kepada pemenang lelang. Dengan latar belakang ini, mengenai pengambilalihan barang lelang yang diperoleh pemenang, diperlukan penelitian mengenai perlindungan hukum yang tersedia bagi mereka. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan metode penelitian hukum normatif, dan memanfaatkan pendekatan studi kasus dan pendekatan peraturan perundang-undangan.. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan perlindungan hukum dalam bentuk represif dapat diberikan kepada pemenang lelang dalam situasi kesulitan menguasai objek lelang, yaitu melalui permohonan eksekusi pengosongan objek lelang kepada pengadilan negeri setempat.</span></p> Christin Natalia Tambunan Atik Winanti Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-05 2024-01-05 5 1 821 829 10.55637/juinhum.5.1.8528.821-829 Penerapan UU No. 35 Tahun 2014 Pada Putusan Hakim Nomor 12/PID.SUS/2020/PN KMN Terkait Tindak Pidana Pencabulan https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8548 <p>Pencabulan biasanya terjadi akibat beberapa sisi, yakni rasa ingin tahu anak yang berlebihan, menonton video porno, kemajuan teknologi, sisi penyalahgunaan minuman keras, harkat keagaman yang semakin luntur di masyarakat, siaran televisi dan jaringan internet semakin banyak menyediakan website yang tidak cocok untuk anak-anak. Tujuan penulisan ini yakni: Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pencabulan anak dibawah umur terhadap pelaku berdasarkan Putusan Nomor 12/Pid.Sus/2020/Pn Kmn, kemudian untuk mengetahui penerapan UU No. 35 Tahun 2014 terkait perlindungan anak. Metode yang digunakan penelitian ini menggunakan metode normatif. Adapun hasil dari penelitian ini Hakim dalam memutus perkara pidana anak harus berpegang pada nilai dan jiwa Pancasila yang telah diyakini sebagai pemikiran hidup bangsa serta satu-satunya sumber tertib hukum di Indonesia. Hakim sudah menerapkan UU No.35 Tahun 2014, tetapi Hakim tidak dapat memberikan putusan berupa diversi, Hakim hanya bisa memberikan sanksi sesuai pasal 82 ayat 1 UU No.35 Tahun 2014.</p> Dewi Ervina Suryani Juan Arista Ginting Elisabet Siregar Marco Cuang Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-05 2024-01-05 5 1 830 836 10.55637/juinhum.5.1.8548.830-836 Tradisi Bakar Batu Dalam Perspektif KUHP Baru https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8414 <p>Pentingnya penulisan ini yakni guna memahami pelaksanaan tradisi bakar batu di Papua dan menganalisisnya dari perspektif KUHP Baru. Hal ini dikarenakan tradisi tersebut merupakan media penyelesaian konflik yang menjadi penghubung antar pihak berselisih sebagaimana sesuai dengan konsep keadilan restoratif. Tradisi ini dapat memenuhi keadilan yang sesuai dengan naluri kebangsaan sebagaimana mandat dari ideologi negara sehingga dapat merepresentasikan upaya pembinaan hukum nasional dengan menerapkan hukum baru melalui Pasal 2 sebagai bagian dari pembaharuan KUHP. Berdasarkan pada pembaharuan KUHP, dimungkinkannya pemberlakuan <em>the living law</em> dengan batasan pemberlakuannya. Adapun tradisi bakar batu merupakan tradisi yang hidup di dalam masyarakat Papua sebagai tradisi yang digunakan sebagai penyelesaian konflik dalam perkara pidana maupun perkara adat. Adapun objek kajian pada penulisan hukum normatif ini adalah penemuan hukum <em>in concreto</em> dengan pendekatan <em>statute </em>dan <em>conceptual</em>. Pendekatan <em>statute</em> digunakan karena penulis mengkaji KUHP Baru tepatnya pada Pasal 2 mengenai <em>the living law</em>. Sedangkan pendekatan <em>conceptual</em> untuk memahami konsep tradisi bakar batu dan keterkaitannya dengan prinsip-prinsip atau norma yang berlaku di masyarakat. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka dan dianalisis secara kualitatif. Adapun hasil penulisan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tradisi bakar batu adalah sanksi adat sebagai penyelesaian perkara yang dapat dijadikan sebagai bentuk pemidanaan terhadap perbuatan yang dinyatakan terlarang berdasarkan <em>the living law</em> yang diatur pada Pasal 2 dengan membayarkan denda. Selain itu, tradisi bakar batu sesuai dengan limitasi yang juga diatur pada Pasal 2 KUHP Baru yang pada intinya tidak bertentangan dengan prinsip atau norma yang berlaku di masyarakat.</p> Beniharmoni Harefa Salma Agustina Supardi Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-06 2024-01-06 5 1 837 845 10.55637/juinhum.5.1.8414.837-845 Hukum Pencatatan Perkawinan dan Akibat Hukumnya (Perbandingan Hukum Pencatatan Perkawinan di Indonesia dan Brunei Darussalam) https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8449 <p>Pencatatan perkawinan merupakan suatu tugas atau kewajiban yang fundamental bagi calon suami istri yang hendak melaksanakan perkawinan, dikarenakan jika tidak melakukannya maka akan dapat berakibat hukum yang merugikan kedua belah pihak khususnya pihak perempuan. Oleh sebab itu di beberapa negara, pencatatan perkawinan wajib untuk dijalankan bagi seluruh warga negaranya, salah satunya negara Brunei Darussalam. Di Indonesia juga diwajibkan untuk mencatatkan perkawinan, namun tidak menentukan sahnya perkawinan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengenai Perkawinan. Dalam penelitian ini, masalah yang diangkat, yaitu terkait perbedaan maupun persamaan peraturan hukum pencatatan perkawinan serta akibat hukumnya apabila tidak dicatatkan di Lembaga Pencatatan Sipil baik di Indonesia maupun di Brunei Darussalam. Melalui perbandingan ini ditujukan khususnya bagi pemerintah Indonesia agar dapat melakukan pembaharuan hukum sehingga peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini lebih efektif. Penulisan ini termasuk kedalam penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan dan pencatatan kependudukan yang berlaku di Indonesia dan Brunei Darussalam sebagai bahan hukum primer. Penelitian ini juga menggunakan buku, literatur-literatur ilmiah, dan pendapat para ahli yang relevan sebagai bahan hukum sekunder, serta berupa kamus hukum maupun ensiklopedia sebagai bahan hukum tersier. Selaras dengan Brunei Darussalam, WNI diwajibkan untuk mencatatakan perkawinannya dan memiliki sanksi apabila tidak melaksanakannya. Brunei Darussalam melakukan pembaharuan hukum mengenai pencatatan perkawinan dimana seorang imam dapat menjadi pegawai pencatat perkawinan, hal ini dapat menjadi acuan pemerintah Indonesia untuk melakukan pembaharuan hukum mengenai pegawai pencatatan perkawinan dimana kini Indonesia kekurangan pegawai pencatat perkawinan.</p> Bunga Azalia Ramadhani Dwi Aryanti Ramadhani Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-04 2024-01-04 5 1 846 855 10.55637/juinhum.5.1.8449.846-855 Eksekusi Hipotek Kapal Laut Sebagai Objek Jaminan Pelunasan Hutang Pada Perbankan https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8455 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan seputar eksekusi hipotek atas kapal dan perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur (bank) apabila menggunakan kapal sebagai jaminan pelunasan utang. Dokumen aktual yang menjamin tagihan hutang disertai dengan hipotek kapal yang tercatat atau terdaftar, yang merupakan hak substansial atas sebuah kapal. Meskipun kapal secara teknis dianggap sebagai benda tidak bergerak dalam jaminan hipotek, namun dalam praktiknya lebih seperti benda bergerak yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan. Hal ini menimbulkan masalah karena hipotek atas kapal tidak mungkin dialihkan. Pelaksanaan Eksekusi Hipotek Kapal dapat terhambat oleh dua asas, yaitu Asas Rijdende Beslag dan Asas Kebebasan Menguasai dan Menggunakan Kapal. Sesuai dengan asas Rijdende Beslag, debitur diperbolehkan untuk menyimpan kapal beserta fasilitasnya sepanjang tidak mengganggu kepentingan tergugat maupun operasional kapal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Menerapkan kedua prinsip ini membuat pelaksanaan penjualan lelang menjadi sangat menantang. Metode penelitian yang dipakai ialah jenis yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif yang didukung bahan hukum primer berupa UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, KUHD, KUHPerdata, dan HIR/RBG/Rv. Bahan sekunder berupa buku teks, kamus hukum dan jurnal. Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak persoalan yang sedang berlangsung terkait eksekusi hipotek atas kapal yang digunakan sebagai jaminan pembayaran utang bank. Selain itu, kerangka hukum yang ada saat ini tidak secara komprehensif melindungi kreditor dengan menjamin kepastian dan keamanan yang mereka perlukan dalam menagih piutang dari para pihak terutang secara finansial.</p> Daniel Wardani Rizkianti Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-10 2024-01-10 5 1 856 869 10.55637/juinhum.5.1.8455.856-869 Implementasi Jaminan Keselamatan Dan Kesehatan (K3) Pada Pekerja Work From Anywhere (WFA) https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8345 <p><em>The Work From Anywhere (WFA) work system implemented by some companies allows workers to work from various places, which can become workplaces for them. In reality, each location has various potential risks of work accidents, especially if the place is not suitable for work, and often workers are not aware of the risks that may exist. The purpose of this research is to analyze the application of Occupational Safety and Health (OHS) Guarantees for Work From Anywhere (WFA) workers. This research uses an empirical juridical method with a focus on statutory analysis using a conceptual approach, because all data collected through interviews. Data is obtained through interviews with workers who undergo the WFA work system in various companies in Indonesia. The results show that there is currently no expansion of the regulations that have been adopted by the Ministry of Manpower that cover all types of work, including those undergoing WFA. In addition, companies that implement WFA only provide personal insurance to their workers, without clear provisions regarding the application of work in situations where workers experience work accidents while undergoing WFA.</em></p> Hasna Nurul Zahida Andriyanto Adhi Nugroho Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-10 2024-01-10 5 1 870 875 10.55637/juinhum.5.1.8345.870-875 Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 123/Pid.Sus/2020/PN Olm Tentang Tindak Pidana Pencabulan Anak https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8614 <p>Hakim di Indonesia masih mengedepankan retributive justice atau menekankan keadilan pada pembalasan, sehingga lebih mengarah pada pelaku dan mengesampingkan &nbsp;hak-hak korban.Tujuan dari penelitian tersebut untuk mengetahui penegakan hukum pada pelaku tindak pencabulan terhadap anak dan agar&nbsp; memahami bentuk dari perlindungan hukum terhadap korban pencabulan yang dilakukan terhadap anak dalam putusan 123/Pid/Sus/2020/PN Olm. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan menggunakan analisis data kualitatif. Bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada anak sebagai korban tindak pidana yaitu restitusi, kompensasi dan rehabilitasi. Namun faktanya hakim dalam memutus perkara anak sebagai korban tindak pidana tidak menyebutkan bentuk perlindungan hukum sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang tersebut.</p> Dewi Ervina Suryani Vanessa Chandra Agnes Yolanda Siburian Ameta Grace Simbolon Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-10 2024-01-10 5 1 876 880 10.55637/juinhum.5.1.8614.876-880 Wewenang dan Tanggungjawab Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dalam Perlindungan Hak Ekonomi Musisi Indonesia https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8545 <p><em><span style="font-weight: 400;">Currently, there are many musicians who use songs without permission from their creators. This phenomenon of copyright infringement is increasing in the music industry, where industry players use music and songs owned by creators for commercial purposes without permission and without paying the rightful royalties. As a result, many disputes arise between musicians. One example of a case involving music royalties and licensing is the dispute between Ahmad Dhani and former Dewa 19 vocalist, Once Mekel. This conflict arises because Once Mekel is suspected of singing Dewa 19 songs without permission from Dhani and without permission from the Indonesian Collective Management Organization for Music (LMK WAMI). The case was resolved through non-litigation mechanisms by reaching a peaceful agreement between both parties. The agreement allows Once to sing only one Dewa 19 song titled "Cemburu," while Once states that he will not sing any other Dewa 19 songs until an unspecified time limit. This issue raises questions about the responsibilities and authority of the National Collective Management Organization (LMKN) as the institution managing musicians' royalties in Indonesia. In relation to this issue, LMKN has created the website lmknlisensi.id as a response to this controversy. This study uses a normative legal research method with a statute approach and data analysis technique in the form of descriptive analysis. This article is expected to serve as a reference for relevant parties to enhance understanding and protection of musicians' economic rights in Indonesia.</span></em></p> Vira Nur Maharani Dwi Desi Yayi Tarina Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-11 2024-01-11 5 1 881 888 10.55637/juinhum.5.1.8545.881-888 Politik Kriminal Optimalisasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Revenge Porn https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8502 <p>Pornografi balas dendam atau revenge porn &nbsp;sedang marak terjadi, dan banyak anak dibawah umur sebagai korbannya. Revenge porn adalah tindak pidana pornografi motif balas dendam pelaku kepada korban dengan menyebarluaskan konten asusilanya di sosial media. Optimalisasi perlindungan hukum kepada anak korban revenge porn sangat diperlukan mengingat anak adalah sosok yang lemah, dan dampak negatif yang ditimbulkan akan sangat menggangu kesehatan fisik seperti rasa lelah dan tegang otot akibat cemas berlebih, serta terganggunya psikologis anak yang menimbulkan stress berlebih dan trauma berat. Revenge porn pada anak akan mengganggu kelanjutan hidup anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum bagi anak sebagai korban revenge porn dalam peraturan perundang-undangan, khususnya UU TPKS. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dikaji menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Hasil penelitian ini diketahui, terdapat beberapa tantangan dalam ketentuan UU TPKS yang dapar menjadi hambatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban revenge porn. Diperlukan pelaksanaan politik criminal untuk mengoptimalisasikan perlindungan hukum terhadap korban revenge porn, terutama anak. &nbsp;Politik kriminal terdiri dari kebijakan penal dan kebijakan non-penal. Dengan mengimplementasikan setiap ketentuan hukum yang mengatur revenge porn, disertai dengan pelaksanaan dari politik kriminal merupakan bentuk pencegahan terjadinya revenge porn, dan sebagai bentuk optimalisasi perlindungan hukum terhadap korban revenge porn, terutama pada anak dibawah umur.</p> Veronica Agustina Darida Slamet Tri Wahyudi Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-11 2024-01-11 5 1 889 902 10.55637/juinhum.5.1.8502.889-902 Dinamika Perlindungan Hukum Konsumen di Era Digital: Analisis Hukum Terhadap Praktik E-Commerce dan Perlindungan Data Konsumen di Indonesia https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8482 <p>Dalam Era digital membawa perubahan mendasar pada preferensi dan perilaku belanja, mendorong migrasi yang luas ke platform <em>e-commerce</em>. Kemudahan, aksesibilitas produk yang luas, dan harga kompetitif menjadi daya tarik utama dari platform ini. Pada 2022-2023, 62,2% pengguna internet di Indonesia aktif dalam <em>e-commerce</em> setiap minggunya. Fenomena ini mendorong perusahaan beradaptasi dengan pengumpulan dan analisis data konsumen secara besar-besaran. Hingga awal 2023, 41% pengguna internet usia 16-64 menemukan merek baru melalui mesin pencari, 37% melalui iklan dan sosial media. Dalam pemasaran digital, 70% pengguna internet melakukan riset merek daring sebelum pembelian. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi regulasi perlindungan data pribadi dalam konteks perlindungan konsumen, mengidentifikasi celah dalam kebijakan saat ini, dan mengusulkan strategi peningkatan keamanan data serta privasi konsumen di lingkungan <em>E-Commerce</em>. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tiga pendekatan utama, yakni perbandingan, konseptual, dan perundang-undangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif melalui pendekatan deskriptif analitis. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat. Hasil Penelitian ini mengungkap pertumbuhan signifikan <em>e-commerce</em> di Indonesia, didorong oleh peningkatan penggunaan internet dan adopsi teknologi. Bisnis <em>e-commerce</em> mengembangkan strategi seperti diversifikasi layanan, pemasaran lokal, dan membangun infrastruktur logistik yang kuat. Aspek hukum dan regulasi, termasuk UU Perlindungan Konsumen dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik, sangat penting untuk menjaga keamanan dan kepercayaan konsumen.</p> Yuyut Prayuti Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-12 2024-01-12 5 1 903 913 10.55637/juinhum.5.1.8482.903-913 Penerapan Prinsip Good Governance Dalam Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG) Bersubsidi Berdasarkan Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 37/Mc.01/Mem.M/2023 https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8586 <p>Salah satu tujuan Good Governance adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik dalam hal pengaplikasian dan pelayanan. Penerapan Prinsip good governance yang baik tentunya akan berdampak baik juga pada kualitas pelayanan publik yang semakin baik yang dapat menekan angka penyimpangan dan pemerintahan semakin peduli terhadap kepentingan masyarakat yang luas. Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi merupakan barang yang disediakan secara khusus untuk lapisan masyrakat tertentu yang penerapannya distribusinya diatur dalam Keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37/MC.01/MEM.M/2023. Sinkronisasi Penerapan Good Governance dalam pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi tersebut agar pendistribusian Liquefied Petroleum Gas( LPG) 3kg bersubsidi terkontrol dan tepat sasaran. Berbeda dengan peraturan perundang undangan, Keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37/MC.01/MEM.M/2023 merupakan dalam kategori peraturan kebijakan (beleidsregel), yang dimaksud beleidsregel yaitu terletak pada sifatnya yang bukan peraturan perundang-undangan, namun tetap memiliki relevansi hukum.</p> Achmad Yusuf Moh Saleh Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-12 2024-01-12 5 1 914 925 10.55637/juinhum.5.1.8586.914-925 Perlindungan Hukum Terhadap Pencantuman Merek Terdaftar Pada Packing Snack Kiloan di Marketplace Shopee Perspektif Fatwa MUI Nomor I/Munas VII/MUI/5/2005 Tentang Hak Kekayaan Intelektual https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8563 <p>Penelitian mengenai pentingnya perlindungan hukum kepada kepemilikan merek, adanya merek digunakan pada produsen agar menjadikan perbedaan dengan produk lainnya. Hak atas merek berupa hak ekslusif (khusus) yang diberi negara bagi pemilik merek yang sudah mendaftarkan mereknya agar tidak bisa dipergunakan kelompok lainnya baik berupa tanda yang sama. Tujuan adanya penelitian ini agar diketahuinya perlindungan hukum yang dimiliki oleh pemilik merek jika terjadi pemalsuan merek. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif lewat melakukan analisis dari data primer dan sekunder dan menganalisis berbagai literatur sebagai sumber bacaan. Penyalahgunaan merek dalam hal penggunaan merek terdaftar pada packing snack kiloan dapat dijumpai dan banyak beredar pada marketplace seperti aplikasi shopee dengan ciri khusus kemasan plastik bening dan tambahan potongan merek terkenal yang dicantumkan sangat tidak sesuai dengan ketentuan akan pengemasan produk yang telah ditentukan pengaturannya oleh Badan Pengawas Obat serta Makanan (BPOM) sesampainya jelas dan lengkap informasi mengenai suatu produk. Berdasarkan hasil penelitian, hak atas merek mendapatkan perlindungan dan kegiatan pelanggaran merek dalam &nbsp;hal ini adalah pemalsuan merek berupa suatu tindakan yang haram menurut Fatwa MUI Nomor I/MUNAS VII/MUI/5/2005 terkait “ Hak Kekayaan Intelektual HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashun) sebagaimana maal (kekayaan)”. Selain fatwa MUI, perlindungan hukum juga diaturkan pada UU Nomor 20 Tahun 2016 terkait “Merek dan Indikasi Geografis juga menjelaskan tentang bagaimana aturan terhadap perlindungan merek melalui perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif”.</p> Amalia Nurzannah Tetty Marlina Tarigan Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-12 2024-01-12 5 1 925 933 10.55637/juinhum.5.1.8563.925-933 Restorative Justice sebagai Penanggulangan Juvenile Delinquency di Kelurahan Kampung Bugis https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8412 <p>Penelitian ini membahas tentang perilaku menyimpang dari norma Masyarakat yang dilakukan oleh remaja, Dimana remaja melakukan tindak pidana, dan sangat disayangkan jika remaja langsung dimasukkan kedalam penjara. Karena, akan adanya dampak negatif yang akan menjadi penghambat terhadap tumbuh kembang dimasa yang akan datang. Dengan adanya UU SPPA upaya hukum yang dapat dilakukan dalam menangani permasalahan yang dilakukan oleh remaja yaitu <em>Restorative Justice. </em>Adapun tujuan penelitian untuk dapat mengevaluasi terhadap keefektivitasan <em>Restorative Justice </em>dalam menanggulangi <em>Juvenile Deliquency</em> terutama aktivitas <em>mengelem</em> terhadap remaja di Kampung Bugis. Metode penelitian ini merupakan metode empiris para penegak hukum dapat melakukan <em>Restoratif justice</em> dengan secara bersama-sama dalam menanggulangi <em>Juvenile Deliquency </em>terhadap remaja di Kampung Bugis. Sehingga, tidak ada lagi ketidakseragaman terhadap penanggulangan <em>Juvenile Deliquency </em>melalui <em>restoratif justice</em><em>. </em>Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa tingkatakan penegak hukum dapat dikatakan sudah efektif dilakukannya <em>Restoratif justice</em> untuk remaja yang melakukan aktifitas <em>ngelem</em><em>.</em> Akan tetapi, terkadang remaja yang melakukan perbuatan yang melanggar norma tetap saja mengulangi perbuatan tersebut. Sehingga, menurut pihak Kelurahan Kampung Bugis pendekatan <em>restoratif justice </em>dianggap masih belum memberikan efek jera. Dan tujuan untuk dilakukannya <em>restoratif justice </em>belum sepenuhnya terpenuhi.</p> Ayu Efritadewi Heni Widiyani Andi Najemi Gabriella Evita Sihombing Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-12 2024-01-12 5 1 934 941 10.55637/juinhum.5.1.8412.934-941 Penerapan Restorative Justice dalam Penegakan Hukum Kasus Investasi Ilegal di Indonesia https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8572 <p style="font-weight: 400;">Tulisan ini dilatarbelakangi oleh adanya pro kontra terkait penerapan konsep keadilan restoratif dalam penegakan hukum kasus investasi ilegal di Indonesia. Pada tulisan ini akan mengkaji pengaturan dan upaya aparat penegak hukum serta penerapan restorative justice dalam penegakan hukum kasus investasi ilegal di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Regulasi berkaitan dengan investasi ilegal diatur pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, dan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-72/D.04/2021. Lembaga yang berwenang di sektor keuangan dalam hal ini OJK melalui SWI tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti kasus investasi ilegal selain dari pemblokiran terhadap situs/website/aplikasi sehingga hanya menyampaikan laporan informasi ke Bareskrim Polri. Sementara itu, Keadilan Restoratif dapat diterapkan dalam penegakan hukum kasus investasi ilegal di Indonesia dengan mempertimbangkan instrumen hukum yang berlaku, tujuan, dan kendala terkait. Namun, penerapannya harus memperoleh persetujuan dari korban. Penerapan keadilan restoratif dalam penegakan hukum kasus investasi ilegal memerlukan upaya optimal dalam penelusuran pelaku, baik pelaku utama maupun pelaku lain yang terlibat, melalui koordinasi antara Satgas Waspada Investasi dan Badan Cyber Nasional untuk mencegah pihak-pihak lain yang kembali membuka penawaran investasi ilegal. Apabila berlanjut pada tahap ajudikasi atau penuntutan, restitusi dapat dilakukan dengan melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.</p> Nurul Insi Syahruddin Topo Santoso Desi Fitriyani Winda Sari Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-01-12 2024-01-12 5 1 942 951 10.55637/juinhum.5.1.8572.942-951 Hukum Kesehatan Ditinjau dari Perlindungan Hak Asasi Manusia https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/9290 <p>Studi ini mencoba menjelaskan hukum kesehatan dengan mempertimbangkan HAM. Memanfaatkan bahan hukum primer dan sekunder, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Selain itu, data dianalisis melalui pendekatan kualitatif, yaitu melalui penjelasan dan interpretasi data. Studi ini menemukan bahwa HAM yang paling penting bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat adalah hak atas kesehatan. Akibatnya, pemerintah bertanggung jawab untuk menjaga hak kesehatan masyarakat. Beberapa undang-undang termasuk 1) UUD NRI 1945; 2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM; 3) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005–2025; 4) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; dan 4) UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.</p> Muhammad Japar Abdul Haris Semendawai Muhammad Fahruddin Hermanto Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-04-20 2024-04-20 5 1 952 961 10.55637/juinhum.5.1.9290.952-961 Sanksi Pelatihan Kerja terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum https://www.ejurnal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/9070 <p>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan keadilan kepada anak, khususnya dalam penjatuhan sanksi bagi mereka yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Keadilan tersebut diukur dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Namun, dalam praktiknya, terdapat kesenjangan di mana pidana penjara lebih sering digunakan daripada alternatif lain. Profesor Acmad Ali dalam bukunya "Menguak Tabir Hukum" menjelaskan bahwa penyelesaian perkara hukum terakhir dilakukan melalui pranata pengadilan melalui putusan hakim. Putusan tersebut hanya mempertimbangkan unsur-unsur delik dari dakwaan, tanpa memperhatikan secara mendalam kepentingan terbaik anak. Sebagai contoh, dalam kasus anak, pidana penjara cenderung lebih banyak dijatuhkan daripada alternatif lainnya. Padahal, pidana penjara seharusnya merupakan opsi terakhir, terutama jika pelanggaran yang dilakukan anak tidak serius dan tidak menimbulkan dampak besar bagi masyarakat. Permasalahan yang dibahas meliputi analisis mengenai penjatuhan sanksi pelatihan kerja untuk mewujudkan asas kepentingan terbaik untuk anak, serta seperti apa rasio legislatif seharusnya mengoptimalkan sistem tersebut sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan mengacu pada berbagai sumber hukum seperti undang-undang, buku, dan data dari internet serta wawancara dengan Hakim Anak. Hasil penelitian mengatakan bahwa dalam penjatuhan sanksi untuk anak, hakim seharusnya lebih memperhatikan kepentingan masa depan anak. Tindakan tersebut tidak hanya mempertimbangkan kepastian hukum, tetapi juga keadilan bagi korban, anak, dan masyarakat secara keseluruhan. Terutama untuk tindak pidana ringan, seperti pencurian biasa atau tawuran tanpa korban jiwa, sanksi yang bersifat pembinaan dan pendidikan seperti pelatihan kerja seharusnya lebih diutamakan daripada pidana penjara untuk menghindari stigma yang merugikan bagi anak</p> Nunsuhaini Basuki Rekso Wibowo Rio Christiawan Tuti Widyaningrum Copyright (c) 2024 Jurnal Interpretasi Hukum 2024-04-21 2024-04-21 5 1 962 968 10.55637/juinhum.5.1.9070.962-968